“Kenaikan itu sangat memberatkan para pelaku usaha rokok di Indonesia. Mereka dihadapkan pada pilihan sulit, yakni beban operasional yang tinggi ditambah beban cukai tembakau,” kata Ketua Gabungan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Soemiran kemarin (10/9).
Gappri bersama Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) dan Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) sepakat mendesak pemerintah untuk membatalkan kenaikan cukai tembakau yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20/PMK.04/2015.
Isi PMK 20, pemerintah menargetkan cukai tembakau sebesar Rp 148,9 triliun pada 2016. Angka tersebut setara dengan 95,72 persen dari target penerimaan cukai 2015 dalam APBN 2015 sebesar Rp 120 triliun. “Beban kami sudah terlalu berat. Kenaikan 6 persen bagi kami sudah realistis. Kenaikan 23 persen sangat memberatkan kami,” ungkap Ketua Gaprindo Muhaimin Moefti.
Sebelumnya, Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menyuarakan penolakan kenaikan cukai tembakau pada 2016. Hampir semua asosiasi industri rokok sepakat meminta kenaikan cukai tembakau hanya 6 persen pada 2016. Mereka juga menolak dijadikan sapi perahan pemerintah karena penerimaan pajak hingga semester pertama tahun ini tersendat.
“Padahal, kalaupun dipaksakan, tidak akan tercapai. Hingga semester pertama tahun ini, hanya 58,49 triliun atau baru tercapai 42 persen. Kalaupun tahun depan dinaikkan 23 persen, tetap tidak akan tercapai,” tutur Ismanu.
Sementara itu, Ketua Gapero Jatim Sulami Bahar mengungkapkan bahwa kenaikan cukai tembakau tahun depan bisa semakin membuat peredaran rokok ilegal merajalela.
“Tahun lalu volume kenaikan rokok ilegal sekitar 11,7 persen dan kerugiannya mencapai Rp 5 triliun hingga Rp 6 triliun,” katanya. Dia memperkirakan, tahun ini kenaikan rokok ilegal mencapai 5 persen. Jumlah tersebut sudah termasuk rokok putih, sigaret kretek mesin (SKM), dan SKT. (mna/jpnn/c1/rif)
0 komentar:
Posting Komentar